RuAnG RiNdUkU
240806
04;04
Air mata menetes membelah senyum pipiku, pelupuk mataku hanya melihat bayangan semu. Tidak ada cintaku yang beku, santa sayangku, atau bahkan kekasih hatiku.Aku harusnya sadar. Aku memang berpijak sendiri. Aku menghela nafas, dan berharap rasa sepi yang ada akan terhempas pergi.Tapi yang tersisa, hanya air mata yang semakin membasahi pipiku. Walapun hatiku telah rapuh dan pilar kakiku semakin merosot ke dalam tanah. Aku tetap berharap dewa penolongku selalu tersenyum menanti dan memelukku saat lewat tengah malam aku datang dan memeluknya dan memberi tumpahan air mataku dan membasahi dadanya.
Seperti yang kurasa saat ini, semenjak matahari muncul banyak sungai yang harus kusebrangi. Ada batu licin yang harus bisa kulewati. Bertemu dengan ular, menghindar dari sayap hiu, atau mencari kayu untuk membantuku berjalan. Ragaku telah lemah. Otakku semakin tidak sehat. Dan.. Lintah mulai menghisap habis darahku….Kini Tubuhku semakin digerogoti berbagai nama demi mengeluarkan lembar kertas sialan! Aku tidak kecewa, aku hanya ingin memenuhi apa keinginan darahku. Saat tenaga sudah mulai menipis, aku akan coba untuk menutup mata dan menyebut namaMU. Berharap kamu akan memelukku dan berkata kalau kau ada untuk menemani lemahnya jiwaku dan,
menghilangnya Kekasihku…
Akhirnya hatiku ikut menangis, bukan penyesalan. Hanya rasa kecewa. Kecewa pada darah dan sumber tenagaku. Mengapa mereka menempelkan lintah untuk menghabiskan darahku. Aku merasa semakin terhimpit. Saat tetesan darahku mulai habis, aku terdesak oleh meja dan kursi, terdorong oleh lembaran kertas dan binatang lintah. Semakin mundur… dan mundur.. Hingga aku berada di pojok. Aku ada di pojok ruangan. Sendiri dengan raga yang telah sobek. Bahkan saat aku menutup mata dan berharap bisa menemuimu, kekasihku… Bayanganmu menghilang, tidak ada senyum, pelukan, bahkan kasih sayang yang tidak pernah tumbuh dalam hatiMU. Kamu telah pergi mengepakkan sayap, melupakan semua hal bodoh yang pernah aku coba tuliskan di tanganmu. Menghapus semua cerita tidak berarti dan menganggap aku lenyap ditelan bumi, bahkan di hari ajal menjemputku nanti…
Kau datang dan pergi…
Oh Begitu saja…
Semua kuterima
Apa adanya…
Mata terpenjam dan hati menggumam
Kuharap nanti..Di ruang rindu…
Kita bertemu…
(saat air itu mengalir di mataku, aku selalu mengingat namamu dan kayu yang kamu berikan untuk membantuku berjalan sendiri saat kamu pergi meninggalkanku, kekasihku…)
04;04
Air mata menetes membelah senyum pipiku, pelupuk mataku hanya melihat bayangan semu. Tidak ada cintaku yang beku, santa sayangku, atau bahkan kekasih hatiku.Aku harusnya sadar. Aku memang berpijak sendiri. Aku menghela nafas, dan berharap rasa sepi yang ada akan terhempas pergi.Tapi yang tersisa, hanya air mata yang semakin membasahi pipiku. Walapun hatiku telah rapuh dan pilar kakiku semakin merosot ke dalam tanah. Aku tetap berharap dewa penolongku selalu tersenyum menanti dan memelukku saat lewat tengah malam aku datang dan memeluknya dan memberi tumpahan air mataku dan membasahi dadanya.
Seperti yang kurasa saat ini, semenjak matahari muncul banyak sungai yang harus kusebrangi. Ada batu licin yang harus bisa kulewati. Bertemu dengan ular, menghindar dari sayap hiu, atau mencari kayu untuk membantuku berjalan. Ragaku telah lemah. Otakku semakin tidak sehat. Dan.. Lintah mulai menghisap habis darahku….Kini Tubuhku semakin digerogoti berbagai nama demi mengeluarkan lembar kertas sialan! Aku tidak kecewa, aku hanya ingin memenuhi apa keinginan darahku. Saat tenaga sudah mulai menipis, aku akan coba untuk menutup mata dan menyebut namaMU. Berharap kamu akan memelukku dan berkata kalau kau ada untuk menemani lemahnya jiwaku dan,
menghilangnya Kekasihku…
Akhirnya hatiku ikut menangis, bukan penyesalan. Hanya rasa kecewa. Kecewa pada darah dan sumber tenagaku. Mengapa mereka menempelkan lintah untuk menghabiskan darahku. Aku merasa semakin terhimpit. Saat tetesan darahku mulai habis, aku terdesak oleh meja dan kursi, terdorong oleh lembaran kertas dan binatang lintah. Semakin mundur… dan mundur.. Hingga aku berada di pojok. Aku ada di pojok ruangan. Sendiri dengan raga yang telah sobek. Bahkan saat aku menutup mata dan berharap bisa menemuimu, kekasihku… Bayanganmu menghilang, tidak ada senyum, pelukan, bahkan kasih sayang yang tidak pernah tumbuh dalam hatiMU. Kamu telah pergi mengepakkan sayap, melupakan semua hal bodoh yang pernah aku coba tuliskan di tanganmu. Menghapus semua cerita tidak berarti dan menganggap aku lenyap ditelan bumi, bahkan di hari ajal menjemputku nanti…
Kau datang dan pergi…
Oh Begitu saja…
Semua kuterima
Apa adanya…
Mata terpenjam dan hati menggumam
Kuharap nanti..Di ruang rindu…
Kita bertemu…
(saat air itu mengalir di mataku, aku selalu mengingat namamu dan kayu yang kamu berikan untuk membantuku berjalan sendiri saat kamu pergi meninggalkanku, kekasihku…)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home